Rabu, 30 September 2020

BAB l pendahuluan tanaman kacang panjang

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

            Salah satu sayuran yang sering dikembangkan adalah kacang panjang.Kacang panjang (Vigna sinenesis L.) merupakan salah satu jenis sayuran buah yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tanaman kacang panjang bukan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari daerah beriklim sedang (subtropis), pada mulanya tanaman kacang panjang tumbuh secara liar di bagian utara india dan afrika tengah (Cahyono, 2006).

            Faktor yang menyebabkan tanaman kacang panjang banyak disukai oleh petani untuk dikembangkan, karena daun, polong muda, biji muda segar, dan biji keringnya dapat dikonsumsi sebagai sayuran, sehingga hampir seluruh produksinya dapat bermanfaat dan bernilai ekonomi. Olehnya itu di wilayah tropika dan subtropika seperti Indonesia tanaman kacang panjang merupakan produksi kacang-kacangan terpenting ketiga, setelah kedelai dan kacang tanah.(Rubatzky, 1998).

            Permasalahan dalam kacang panjang adalah rendahnya produktivitas kacang panjang. Salah satunya adalah tehnik  budidaya yang masih bersifat usaha sampingan atau belum intensif da. Mengingat semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan kacang panjang, maka perlu dicari solusi dari sistem budidaya yang dapat meningkatkan hasil kacang panjang.

            Kebutuhan akan kacang panjang yang organik sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat, sementara hampir semua petani  tanaman pangan yang ditanam menggunakan pupuk anorganik.

            Untuk membudidayakan kacang panjang salah satu kendala yang ditemukan adalah para petani belum mengenal atau mengaplikasikan penggunaan pupuk organik padat  yang bisa meningkatkan pertumbuhan dan produski kacang panjang, karena selama ini sebagian dari para petani mengaplikasikan pupuk sesuai dengan apa yang mereka pernah terapkan tanpa  mengetahui pengaruh pupuk tersebut terhadap tanaman.

            Penambahan pupuk kandang pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah sepertikemampuan mengikat air, porositas dan berat volume tanah.Interaksi antara pupuk kandang dan mikroorganisme tanah dapat memperbaiki agregat dan struktur tanah menjadi gembur.Hal ini dapat terjadi karena hasil dekomposisi oleh mikroorganisme tanah seperti polisakarida dapat berfungsi sebagai lem atau perekat antar partikel tanah.Keadaan ini berpengaruh langsung terhadap porositas tanah.Tanah berpasir, pupuk kandang dapat berperan sebagai pemantap agregat yang lebih besar daripada tanah liat (Hartatik, 2002).

            Rinsema (1986) menambahkan bahwa dengan pemberian pupuk yang tepat dalam hal macam, dosis, waktu pemupukan, dan cara pemberiannya akan dapat mendorong pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman baik kualitas maupun kuantitas.

 

            Provinsi gorontalo merupakan salah satu daerah yang mengembangkan tanaman kacang panjang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo (BPS 2015)dapat dilihat datanya pada tabel 1.

Tabel 1. Data Badan Pusat Statistik Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo.

Tahun

Produksi (kw)

Luas Panen(ha)

Produktivitas/kw/ha

2012

5.328

189 ha

28,19 kw/ha

2013

4.763

169 ha

28,18 kw/ha

2014

3.682

178 ha

20,69 kw/ha

Sumber : BPS Gorontalo, 2015

            Data Departemen Pertanian menyatakan luas panen kacang panjang nasional pada tahun 2005 mencapai 84,839 ton/ha dengan produksi polong segar 466,387 ton/ha, pada tahun 2006 terjadi penurunan luas panen dengan luas panen 84,7988 /ha dengan produksi polong 461,239 ton/ha. Hal ini juga diikuti penurunan produktivitas 5,5 ton/ha pada tahun 2005 5,4 ton/ha pada tahun 2006 (Deptan 2008).Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang berjudul ”aplikasi pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi kacang panjang (Vigna sinensis L.)”

1.2    Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1.    Bagaimana pertumbuhan dan produksi kacang panjang pada perlakuan pupuk organik?

2.    Berapa dosis yang tepat pupuk kandang sapi dan kandang ayam  untuk peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang panjang?

1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1.    Mengetahui pertumbuhan dan produksi kacang panjang pada perlakuan pupuk kandang sapi dan kandang ayam.

2.    Mengetahui dosis pupuk kandang sapi dan pupuk kandang ayam pada tanaman kacang panjang.

1.4    Manfaat Penelitian

1.    Menjadi bahan informasi pengetahuan bagi petani dalam melaksanakan pemeliharaan tanaman dengan memanfaatkan pupuk secara efekif dan efisien.

2.    Menjadi bahan pertimbangan kebijakan bagi instansi terkait untuk mengembangkan budidaya kacang panjang.

3.    Menjadi bahan penambah pengetahuan bagi mahasiswa dalam meningkatkanilmu pengetahuan dan teknologi pertanian untuk kepentingan masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

Sabtu, 25 Juli 2020

BAB IV PEMBAHASAN "pengaruh pemberian POC Ampas Tahu dan Bonggol Pisang pada Tanaman Seledri""


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Tinggi Tanaman
Hasil analisis data secara statistik menunjukan bahwa perlakuan pupuk organik cair ampas tahu dan bonggol pisang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 14 HST, 28 HST,  42 HST, 56 HST (Gambar 1). 
Adapun rata-rata tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 : Rata-Rata Tinggi Tanaman Seledri
Gambar 1 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk Organik Cair  bonggol pisang dan ampas tahu memiliki tinggi tanaman yang hampir sama, dan berdasarkan analisis statistik setiap perlakuan pada umur 14 HST, 28 HST,  42 HST, 56 HST tidak berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman. Pada umur tanaman 14 HST tinggi tanaman seledri tertinggi yakni pada perlakuan P1 (15,03 cm) sedangkan yang terendah pada perlakuan P0 (11,9 cm) pada umur tanaman 28 HST pada perlakuan P1 (19,6 cm) menghasilkan tanaman tertinggi selanjutnya pada perlakuan P0 (12,6 cm) menghasilkan tanaman terendah. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman seledri yang tertinggi yakni pada perlakuan P3 (26,43 cm) sedangkan yang terendah pada perlakuan P0 (17,93 cm) pada umur tanaman 56 HST pada perlakuan P4 (42,57 cm) menghasilkan tanaman tertinggi selanjutnya pada perlakuan P0 (27 cm) menghasilkan tinggi tanaman terendah.
4.2 Jumlah Daun
            Hasil anilisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik cair yang diberikan pada tanaman seledri terhadap parameter jumlah daun pada umur 14 HST, 18 HST, 42 HST, 56 HST tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter jumlah daun. Adapun rata-rata jumlah daun dapat dilihat pada (gambar 2).
Gambar 2. Rata-Rata Jumlah Daun Seledri Pada Umur 14 HST Hingga 56 HST
Gambar 2 menunjukan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik cair bonggol pisang dan ampas tahu pada perlakuan 14 HST, 28 HST, 42 HST, 56 HST  tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun. Pada umur tanaman 14 HST tinggi tanaman seledri tertinggi yakni pada perlakuan P2 (10,33 helai) sedangkan yang terendah pada perlakuan P0 (7,33 helai) pada umur tanaman 28 HST pada perlakuan P2 (15,33 helai) menghasilkan jumlah daun tanaman tertinggi selanjutnya pada perlakuan P0 (11,33 helai) menghasilkan tanaman terendah. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman seledri yang tertinggi yakni pada perlakuan P1 (17,33 helai) sedangkan yang terendah pada perlakuan P0 (13,33 helai) pada umur tanaman 56 HST pada perlakuan P2 (28 helai) menghasilkan tanaman tertinggi selanjutnya pada perlakuan P0 (17,67 helai) menghasilkan tanaman terendah.
4.3 Panjang Daun
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik cair ampas tahu dan bonggol pisang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter panjang daun pada umr 14 HST, 28 HST,  42 HST, dan 56 HST (gambar 3) Adapun rata-rata tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rata-Rata Panjang Daun Seledri
Gambar 3 menunjukan bahwa perlakuan pupuk organik cair ampas tahu dan bonggol pisang pada perlakuan 14 HST, 28 HST, 42 HST dan 56 HST tidak memberikan pengaruh nyata pada parameter panjang daun. . Pada umur tanaman 14 HST tinggi tanaman seledri tertinggi yakni pada perlakuan P1 (6,733 cm) sedangkan yang terendah pada perlakuan P0 (4,767 cm) pada umur tanaman 28 HST pada perlakuan P4 (6,33 cm) menghasilkan tanaman tertinggi selanjutnya pada perlakuan P0 (5,4 cm) menghasilkan tanaman terendah. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman seledri yang tertinggi yakni pada perlakuan P3 (6,87 cm) sedangkan yang terendah pada perlakuan P0 (6,53 cm) pada umur tanaman 56 HST pada perlakuan P4 (8,27 cm) menghasilkan tanaman tertinggi selanjutnya pada perlakuan P0 (6,93 cm) menghasilkan tanaman terendah.


4.4 Produksi
Gambar 4. Rata Berat Basah Tanaman Seledri
 Berdasarkan  gambar 4 berat basah tanaman seledri dapat terlihat bahwa berat basah tanaman seledri yang diberikan pupuk organik cair bonggol pisang dan ampas tahu dihasilkan bobot tertinggi pada perlakuan P4 (60 ml/liter air ampas tahu) dengan rata-rata 23,67 gram, P1 (30 ml/liter air bonggol pisang) yaitu 19,33 gram, P2 (60 ml/liter air bonggol pisang) yaitu 14,33 gram, P3 (30 ml/liter air bonggol pisang) yaitu 13,67 gram sedangkan tanpa perlakuan pupuk organik cair bonggol pisang dan ampas tahu (kontrol) memberikan hasil terendah yaitu 11,33 gram. Namun tidak berbeda nyata berdasarkan hasil analisis sidik ragam.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Tinggi Tanaman
Hasil analistik statistik menunjukan bahwa pemberian pupuk organik cair (POC) bonggol pisang dan ampas tahu tidak memberikan pengaruh yang berbeda  nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 14 HST ,28 HST, 42 HST, 56 HST. Salah satu penyebabnya  yaitu pengaruh lingkungan yaitu suhu dan intensitas cahaya. Sesuai dengan pernyataan Lugman (2013), suhu dan intensitas cahaya adalah faktor lingkungan terbesar yang mempengaruhi pemanjangan batang. Suhu optimum dalam pemanjangan batang tergantung jenis tanamannya. Selain itu penyebab lainnya yaitu tanaman kekurangan fosfor. dengan kekurangan unsur  P tersebut dapat mengganggu proses pertumbuhan khususnya pada fase vegetatif tanaman. Sesuai dengan pernyataan Syahfrudin (2012) menjelaskan bahwa tanaman tidak akan memberikan hasil yang maksimal apabila unsur hara yang diperlukan tidak tersedia.
Sumarni  dan  Rosliani  (2001)  menambahkan bahwa  pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh Unsur hara. unsur hara  tersebut akan  diserap  oleh  akar dan ditranslokasikan  keseluruh  bagian  tanaman sehingga  terjadi  metabolisme  dan membentuk  organorgan  pada  tanaman.
4.2.2 Jumlah Daun
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemberian  POC bonggol pisang dan ampas tahu tidak menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun pada umur  14 HST ,28 HST, 42 HST, 56 HST hal ini disebabkan dosisnya yang rendah sehingga unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam POC kurang untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman seledri. Unsur N sangat berpengaruh pada pertumbuhan daun, unsur N yang kurang diduga menyebabkan daun menjadi kuning dan berwarna merah kecoklatan.

Edsu (2008), menambahkan bahwa nitrogen berfungsi membuat enzim-enzim, yang berperan dalam pembentukan daun, kekurangan unsur ini mengakibatkan kurang bertambahnya jumlah daun dan tidak tampak hijau segar melainkan agak kekuningan. Jika kekurangan nitrogen terlalu banyak dan terus menerus, maka daun-daun yang dibawah menjadi kuning dan gugur. Menurut Lingga (2007) pertumbuhan tanaman dirangsang oleh Nitrogen. Nitrogen berperan dalam pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun.
Menurut Setyowati (2001),  pemberian konsentrasi yang lebih besar akan melebihi kebutuhan akan unsur N. Unsur N dalam jumlah berlebihan tidak akan lagi merangsang tanaman memberikan hasil yang lebih tinggi, kenyataannnya justru memberikan hasil yang kurang optimal.
4.1.3 Panjang Daun
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair limbah ampas tahu dan bonggol pisang  tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter panjang daun pada umur 14 HST ,28 HST, 42 HST, 56 HST. disebabkan oleh kurangnya kandungan N dan Mg sehingga daun tanaman seledri menguning Menurut Subhan (2004), kandungan Mg berperan pada pembentukan daun, hasil fotosintesis mempengaruhi panjang daun dan warna daun yang lebih hijau.
Djunaedy  ( 2009) menambahkan bahwa unsur N merupakan unsur hara yang sangat penting juga untuk perkembangan daun karena unsur N merupakan unsur  yang paling banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen (N) berfungsi untuk meningkatkan kadar protein dalam tanah
Mahanani (2003) menambahkan bahwa unsur kalium berperan juga dalam pembentukan daun, dalam pembentukan protein dan karbohidrat, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit. Kekurangan kalium juga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan daun terbakar.
4.1.3 Produksi
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemberian pupuk organik cair ampas tahu dan bonggol pisang tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi tanaman seledri  Pada umur 14 HST ,28 HST, 42 HST, 56 HST. Hal ini disebabkan kandungan unsur hara N, P, K dalam pupuk organik cair ini tidak dapat memenuhi kebutuhan hara yang dibutuhkan tanaman, pertumbuhan akar tidak menjadi lebih baik. Unsur Hara yang  penting untuk pertumbuhan tanaman adalah nitrogen dan fosfor  Mason (1994) menyatakan bahwa unsur P merangsang pertumbuhan akar sehingga dapat menyerap hara yang terkandung dalam tanah.
Prihmantoro dan Indriani (2001) Menjelaskan pula bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi juga oleh unsur nitrogen. Nitrogen berfungsi memacu pertumbuhan tanaman. Unsur  nitrogen yang diserap tanaman dalam jumlah yang cukup akan memacu jaringan meristematik pada titik tumbuh batang makin aktif akibatnya ruas batang makin banyak terbentuk dan jumlah daun semakin banyak hal ini juga akan berpengaruh terhadap besarnya produksi yang dihasilkan
Nitrogen berperan penting sebagai penyusun protein sedangkan untuk unsur kalium berperan dalam memacu pembelahan jaringan meristem dan merangsang pertumbuhan tanaman. Sehingga jika pada tanaman kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan penyerapan unsur hara dan air serta fotosintesis tidak optimal. Selain itu pula kadar kalium (K) yang sedang, bahan organik yang sedang,  dan  N yang  rendah,  akan menyebabkan proses metabolisme tanaman terganggu sehingga kurang dapat meningkatkan hasil panen tanaman (Parman, 2007).
Arifin, dkk. (2014) menambahkan bahwa secara umum tinggi rendahnya produksi suatu tanaman tergantung dari varietas, cara bercocok tanam dan kondisi lingkungan tempat tanaman itu ditanam. Tingkat kesesuaian suatu tanaman budidaya terhadap lingkungan tumbuhnya sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas tanaman tersebut.





BAB I,II PENDAHULUAN, TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian POC Ampas Tahu dan Bobggol Pisang Pada Tanaman Seledri " pendahuluan dan tinjauan pustaka"

 BAB l
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seledri merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting dan memiliki nilai ekspor. Selain tanaman sayuran, seledri  juga di gunakan sebagai bumbu yang digemari masyarakat, baik di Indonesia maupun di negara-negara Eropa, Amerika dan Asia. Tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik, karena dalam daunnya banyak mengandung  saponin, flavonoida dan polifenol. Untuk obat-obatan, misalnya untuk mengobat tekanan darah tinggi, urine keruh (Chyloria), pencegah masuk angin dan penghilang rasa mual (Permadi, 2006)
tanaman seledri digunakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan. Dan penurun tekanan darah. Mengurangi rasa sakit pada rematik. Selebihnya daun dan batang seledri digunakan sebagai dan lalap untuk penyedap masakan (Sudarsono, 1996)
prospek seledri sangat cerah, baik dipasaran dalam negeri (domestik) maupun luar negeri sebagai komoditas ekspor, namun dalam pembudidayaan seledri di Indonesia masih dalam skala kecil yang di lakukan sebagai sambilan (sampingan). Beberapa bukti menunjukan budidaya seledri di Indonesia belum dikelola secara komersial diantaranya dapat merajuk pada data dari Badan Pusat Statistik  (BPS) tentang hasil survey tanaman sayuran di Indonesia pada tahun 2008, yang  menunjukan  belum ditemukan data luas panen dan produksi seledri secara nasional. Demikian dalam program penelitian dan pengembangan hortikultura di Indonesia pada pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang).  Menunjukan tanaman seledri dari tahun 2003 hingga tahun 2004, ternyata belum mendapat perioritas penelitian, baik sebagai komoditas utama, potensial maupun introduksi (Sutrisna dkk, 2005)
Salah satu upaya yang bisa dilakukan meningkatkan hasil seledri adalah dilakukan pemupukan. Saat ini pemupukan ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan melalui sistem organik sangat dianjurkan, yaitu dengan menggunakan pupuk organik (Mulyani, 2010)
Akibat negatif penggunaan pupuk anorganik adalah timbulnya berbagai masalah seperti leveling off (kelandaian peningkatan produktivitas), rendahnya keuntungan petani karena tingkat biaya input tinggi, masalah-masalah lingkungan, dan kesehatan serta ketidakseimbangan hara dan penyakit Akibat lain adalah tidak diaplikasikannya pupuk organik yang menyebabkan kerusakan fisik, kimia, dan biologi tanah. Penggunaan pupuk organik mampu menjadi solusi   dalam mengurangi aplikasi pupuk anorganik yang berlebihan dikarenakan adanya bahan organik yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Minami, 1997)
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia, biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah menjadi humus atau bahan organik tanah (Sutanto, 2002)
Penggunaan pupuk organik alam yang dapat dipergunakan untuk membantu mengatasi kendala produksi pertanian yaitu POC. Pupuk organik ini diolah dari bahan baku berupa kotoran ternak, kompos, limbah alam, hormon tumbuhan dan bahan-bahan alami lainnya yang diproses secara alamiah. Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang (Indrakusuma, 2000)
Penggunaan pupuk bonggol pisang dan ampas tahu pada tanaman seledri bisa menjadi alternatif untuk pertumbuhan seledri. Melihat aktivitas manusia setiap hari di berbagai tempat menghasilkan banyak sekali limbah khususnya limbah organik. Sampah dapat diolah menjadi bahan yang lebih berguna dan menguntungkan seperti kompos. Pemakaian kompos pada lahan pertanian akan mengurangi pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan (Sriharti dan Salim, 2008)
Kandungan gizi dalam bonggol pisang juga berpotensi digunakan sebagai sumber mikrorganisme lokal karena kandungan gizi dalam bonggol pisang dapat digunakan sebagai sumber makanan sehingga mikrobia berkembang dengan baik. Kandungan tersebut antara lain: mengandung zat pengatur tumbuh giberelin dan sitokinin, karbohidrat 66,2% (Wulandari dkk, 2009)
Ampas tahu adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ampas tahu mengandung protein kasar 22,36%, lemak 2,29%, serat kasar 17,28%, dan  karotenoid monakolin 400,50 mg/ml (Nuraini dkk,2009).
Kendala yang ditemukan adalah para petani belum mengenal atau mengaplikasikan penggunaan pupuk organik cair yang bisa meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman seledri, karena selama ini sebagian dari para petani mengaplikasikan pupuk sesuai dengan apa yang pernah terapkan tanpa bisa mengetahui pengaruh pupuk tersebut terhadap tanaman.
1.2  Rumusan Masalah
1.   Apakah terdapat pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman seledri dengan perlakuan pemberian pupuk bonggol pisang dan ampas tahu?
2.   Berapa dosis yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman seledri  pada perlakuan pemberian pupuk organik dengan mengunakan limbah bonggol pisang dan limbah ampas tahu?
1.3  Tujuan Penelitian
1.   Mengetahui pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman seledri dengan perlakuan pupuk limbah ampas tahu dan bonggol pisang.
2.   Mengetahui dosis pupuk organik cair limbah bonggol pisang dan ampas tahu yang tepat untuk pertumbuhan dan produksi tanaman seledri.



1.4  Manfaat Penelitian
1.   Menjadi bahan informasi bagi mahasiswa dan penelitian untuk pertumbuhan dan produksi tanaman seledri
2.   Menjadi bahan informasi pengetahuan bagi petani dan penyuluh dalam melaksanakan pemeliharaan tanaman seledri melalui pemanfaatan pupuk organik limbah ampas tahu dan bonggol pisang.



BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Botani Tanaman Seledri
tanaman seledri terbagi menjadi tiga golongan yang mempunyai karakteristik hortikultura yang berbeda, yaitu varietas Dulce (Mill) pers. (yang biasa dikenal sebagai seledri batang), varietas rapaceum (mill) gared beaup (yang biasa dikenal sebagai celeriac), dan varietas secalinum (Mill) yang di kenal sebagai seledri daun (Orton, 1984)
Pertama kali dalam edisi pertama species plantarum. Seledri termasuk dalam suku umbelliferae, yang sekarang dinamakan apiaceae. Berdasarkan hal tersebut, maka klasifikasi tanaman seledri (Apium graveolens L.) adalah sebagai berikut:
Kingdom       : Plantae
Devisi            : Spermatophyta
Subdevisi       : Angiospermae
Class              : Dicotiledonea
Ordo              : Apiales
Famili             : Apiacea
Genus                        : Apium
Spesies           : Apium graveolens L.


2.2  Morfologi Tanaman Seledri
1.      Akar
Akar tanaman seledri yaitu akar tunggang dan memiliki serabut akar yang menyebar kesamping dengan radius sekitar 5-9 cm dari pangkal batang dan akar dapat menembus tanah sampai kedalaman 30 cm, berwarna putih kotor (Haryoto, 2009)
2.      Batang
Tanaman seledri mempunyai batang yang pendek, memilki bentuk bersegi dan beralur membujur karena daunya berkumpul pada leher akar seperti wortel (Sunarjono, 2003)
3.      Daun
Daun seledri merupakan daun majemuk menyirip berwarna hijau tua. Kelompok daun bagian dalam dan lembut disebut “hati”. Anak daun melekat pada batang dengan tangkai daun panjang berdaging (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998)
4.      Bunga
Bunga berupa bunga majemuk berbentuk payung dan berwarna hijau. Panjang tangkainya sekitar 2 cm. mahkota berwarna putih atau ungu tergantung pada varietasnya. Sebagian bunga cabai menyerbuk sendiri, tetapi mudah juga dilakukan persilangan (Sugianto, 2010)
2.3  Syarat Tumbuh
Seledri merupakan sayuran yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh baik didataran tinggi maupun didataran rendah sesuai dengan varietasnya. Suhu optimum bagi pertumbuhan seledri adalah 15-25°C. dalam kondisi seperti ini seledri akan mengalami pertumbuhan yang optimal (Soewito, 1989)
pengembangan budidaya seledri perlu pemeliharaan berupa pemupukan yang tepat dan perwatan yang baik terutama untuk tanah-tanah. Tanah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman sebagai media tanam, jika tingkat kesuburan tanah rendah dan minim unsur hara yang tersedia, maka akan berdampak buruk bagi tanaman (Kurnia, 2000)
Menurut Susiarti, dkk (1994) untuk pertumbuhan tanaman seldri meginginkan tanah yang agak lembab, subur, agak salin dan suplai bahan organik yang cukup baik tanah yang basah dengan sifat asam merupakan lingkungan pertumbuhan yang sesuai untuk seledri. Biji seledri memilki bau yang khas dengan rasa agak pahit.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), kekurangan kalsium dapat mengakibatkan kuncup-kuncup daun seledri  menjadi hitam dan kekurangan magnesium menyebabkan klorosis daun sedangkan kekurangan unsur boron membuat batang dan tangkai seledri menjadi kerdil coklat. Susiarti dan Siemonsma, (1994) menyatakan  kisaran pH yang optimum untuk pertumbuhan tanaman seledri adalah antara 6.0-6.8.
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan menigkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu perananya cukup besar terhadap perbaikan fisika, kimia, biologi tanah serta lingkungan.
Pupuk organik yang ditambahkan kedalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah. Bahan organik yang berasal dari sumber yang sama seperti: tulang, kulit , daun, limbah pengergajian kayu, limbah cair, rumput laut. Yang belum diproses (kecuali pengeringan atau pengerusan) dari negara atau wilayah yang berbeda akan mempunyai komposisi juga yang berbeda. Memperlihatkan hal tersebut diatas maka komposisi produk akhir pupuk organik juga akan berbeda (Sutanto, 2002)
2.4     Pupuk Organik Cair
Pupuk organik cair merupakan larutan dari hasil pembusukan bahan  –  bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur  kemudian tingginya unsur hara N, P dan K pada pupuk organik cair dikarenakan bahan yang digunakan  mengandung unsur hara makro maupun mikro yang dibutuhkan tanaman (Hadisuwito, 2007)
Parnata (2004) mengatakan bahwa pupuk organik cair memiliki kandungan bahan kimia maksimal 5% dan mengandung bahan tertentu seperti mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat. Disamping itu biasanya pupuk organik cair juga mengandung asam amino dan hormon yaitu giberelin, sitokinin dan IAA.

2.5  Pupuk Bonggol Pisang
Aktivitas manusia setiap hari diberbagai tempat menghasilkan banyak sekali limbah khususnya limbah organik. Sampah dapat diolah menjadi bahan yang lebih berguna dan menguntungkan seperti kompos. Pemakaian kompos pada lahan pertanian akan mengurangi pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan (Sriharti dan Salim, 2008)
Produk olahan dari bonggol pisang yang banyak beredar dipasaran saat ini, adalah kripik bonggol pisang. Mengingat tingginya kandungan yang terdapat pada bonggol pisang, maka perlu ditingkatkan lagi pemanfaatan produk-produk baru yang berbahan dasar dari bonggol pisang, seperti pembuatan empal daging yang harganya tinggi di pasaran. Bonggol pisang juga dapat dijadikan sumber mikroorganisme pengurai bahan organik atau dekomposer (Wulandari dkk, 2009)
MOL bonggol pisang memiliki peranan dalam masa pertumbuhan vegetatif tanaman dan tanaman toleran terhadap penyakit.Kadar asam fenolat yang tinggi membantu pengikatan ion-ion Al, Fe, dan Ca sehingga membantu ketersediaan P tanah yang berguna pada proses pembungaan dan pembentukan buah (Setianingsih, 2009)
MOL bonggol pisang mengandung ZPT giberellin dan sitokinin. Selain itu dalam MOL bonggol pisang tersebut juga mengandung  Mikroorganisme yang sangat berguna bagi tanaman yaitu  : mikroba pelarut phospat dan mikroba selulotik. Tidak hanya itu MOL bonggol pisang juga tetap bisa digunakan untuk dekomposer atau mempercepat proses pengomposan.
Manfaat kandungan gizi dalam bonggol pisang juga berpotensi digunakan sebagai sumber mikroorganisme lokal karena kandungan gizi dalam bonggol pisang dapat di gunakan sebagai sumber makanan sehingga mikrobia berkembang dengan baik (Wulandari dkk, 2009)
Pupuk Cair Mikroorganisme Lokal (MOL) dapat menjadi alternatif dalam upaya peningkatan produksi tanaman Seledri. Pupuk cair MOL mengandung unsur hara makro dan mikro untuk pertumbuhan tanaman, pupuk cair mol berperan sebagai pengurai selulotik, dapat memperkuat tanaman dari infeksi penyakit, dan berpotensi sebagai fingisida hayati. Pemanfaatn pupuk cair mol lebih murah, ramah lingkungan, dan menjaga keseimbangan alam.
MOL bonggol pisang memiliki peranan dalam masa pertumbuhan vegetatif tanaman dan tanaman toleran terhadap penyakit.  Kadar asam fenolat yang tinggi membantu pengikatan ion-ion, Fe dan Ca sehingga membantu  ketersediaan P tanah yang berguna pada proses pembungaan dan pembentukan buah (Setianingsih, 2009)
2.6  Limbah Ampas Tahu
Tahu merupakan makanan yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan merupakan sumber protein yang relatif murah serta proses pembuatan mudah. Pada dasarnya tahu adalah endapan protein dari sari kedeleai panas yang menggunakan bahan pengumpal. Pada waktu pengendapan tidak semua mengendap, dengan demikian sisa protein yang tidak tergumpal dan zat-zat lain yang larut dalam air akan terdapat dalam limbah tahu cair yang dihasilkan. Industri tahu merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar dan kecil. Tahu merupakan makanan yang digemari banyak orang. (Pramudyanto dan Nurhasan, 2009)
Pabrik tahu di Indonesia mengalami kesulitan dalam mengelola limbahnya. Bahkan, tak jarang pengusaha industri tersebut membuang limbah cair mereka tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Hal ini tentu saja merugikan lingkungan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, limbah cair tahu mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman tanaman. Menurut Handajani  (2006), limbah tahu cair tersebut dapat dijadikan alternatif baru yang digunakan sebagai pupuk sebab didalam limbah cair tahu memilki kesediaan nutrisi yang dibutuhkan tanaman.
Nuraini, dkk  (2004),  ampas tahu mengandung N, P, K, Ca, Mg, dan Carbon organik yang berpotensi untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini didasarkan pada hasil analisis bahan ampas tahu yang mengandung kadar air 2,69%, protein kasar 27,09%, serat kasar 22,85%, lemak 7,37%, abu  35,02%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 6,87%, kalsium 0,5%, dan fosfor 0,27%.
  Limbah cair tahu mengandung bahan-bahan organik berupa protein 60%, karbohidrat 25% - 50%, dan lemak 10%  dan dapat  terurai dalam lingkungan menjadi senyawa-senyawa turunan yang dapat mencemari lingkungan.  Banyaknya kandungan bahan organik dalam limbah cair tahu mengakibatkan bau tidak sedap (Novita, 2009)
2.7  Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hipotesis pada penelitian ini diduga pupuk organik limbah bonggol pisang dan ampas tahu pada pertumbuhan dan produksi tanaman seledri memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman seledri dengan dosis 75 ml/liter air (Mukarlina, 2015)














BAB l pendahuluan tanaman kacang panjang

  BAB I PENDAHULUAN   1.1   Latar Belakang             Salah satu sayuran yang sering dikembangkan adalah kacang panjang.Kacang panj...