BAB l
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seledri merupakan salah satu tanaman sayuran yang
penting dan memiliki nilai ekspor. Selain tanaman sayuran, seledri juga di gunakan sebagai bumbu yang digemari
masyarakat, baik di Indonesia maupun di negara-negara Eropa, Amerika dan Asia.
Tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik, karena
dalam daunnya banyak mengandung saponin,
flavonoida dan polifenol. Untuk obat-obatan, misalnya untuk mengobat tekanan
darah tinggi, urine keruh (Chyloria), pencegah masuk angin dan penghilang rasa
mual (Permadi, 2006)
tanaman seledri digunakan sebagai pemacu enzim
pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan. Dan penurun tekanan darah.
Mengurangi rasa sakit pada rematik. Selebihnya daun dan batang seledri
digunakan sebagai dan lalap untuk penyedap masakan (Sudarsono, 1996)
prospek seledri sangat cerah, baik dipasaran dalam
negeri (domestik) maupun luar negeri sebagai komoditas ekspor, namun dalam
pembudidayaan seledri di Indonesia masih dalam skala kecil yang di lakukan
sebagai sambilan (sampingan). Beberapa bukti menunjukan budidaya seledri di
Indonesia belum dikelola secara komersial diantaranya dapat merajuk pada data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang
hasil survey tanaman sayuran di Indonesia pada tahun 2008, yang menunjukan belum ditemukan data luas panen dan produksi seledri
secara nasional. Demikian dalam program penelitian dan pengembangan
hortikultura di Indonesia pada pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang). Menunjukan tanaman seledri dari tahun 2003
hingga tahun 2004, ternyata belum mendapat perioritas penelitian, baik sebagai
komoditas utama, potensial maupun introduksi (Sutrisna dkk, 2005)
Salah satu upaya yang bisa dilakukan meningkatkan
hasil seledri adalah dilakukan pemupukan. Saat ini pemupukan ramah lingkungan
dan aman bagi kesehatan melalui sistem organik sangat dianjurkan, yaitu dengan
menggunakan pupuk organik (Mulyani, 2010)
Akibat negatif penggunaan pupuk anorganik adalah
timbulnya berbagai masalah seperti leveling
off (kelandaian peningkatan produktivitas), rendahnya keuntungan petani
karena tingkat biaya input tinggi, masalah-masalah lingkungan, dan kesehatan
serta ketidakseimbangan hara dan penyakit Akibat lain adalah tidak
diaplikasikannya pupuk organik yang menyebabkan kerusakan fisik, kimia, dan
biologi tanah. Penggunaan pupuk organik mampu menjadi solusi dalam
mengurangi aplikasi pupuk anorganik yang berlebihan dikarenakan adanya bahan
organik yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Minami, 1997)
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Pupuk organik
atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu
peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia, biologi tanah
serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami
beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah menjadi humus atau
bahan organik tanah (Sutanto, 2002)
Penggunaan pupuk organik alam yang dapat
dipergunakan untuk membantu mengatasi kendala produksi pertanian yaitu POC.
Pupuk organik ini diolah dari bahan baku berupa kotoran ternak, kompos, limbah
alam, hormon tumbuhan dan bahan-bahan alami lainnya yang diproses secara
alamiah. Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas
produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif
pengganti pupuk kandang (Indrakusuma, 2000)
Penggunaan pupuk bonggol pisang dan ampas tahu pada
tanaman seledri bisa menjadi alternatif untuk pertumbuhan seledri. Melihat
aktivitas manusia setiap hari di berbagai tempat menghasilkan banyak sekali
limbah khususnya limbah organik. Sampah dapat diolah menjadi bahan yang lebih berguna
dan menguntungkan seperti kompos. Pemakaian kompos pada lahan pertanian akan
mengurangi pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan (Sriharti dan
Salim, 2008)
Kandungan gizi dalam bonggol pisang juga berpotensi
digunakan sebagai sumber mikrorganisme lokal karena kandungan gizi dalam bonggol
pisang dapat digunakan sebagai sumber makanan sehingga mikrobia berkembang
dengan baik. Kandungan tersebut antara lain: mengandung zat pengatur tumbuh
giberelin dan sitokinin, karbohidrat 66,2% (Wulandari dkk, 2009)
Ampas tahu adalah bahan makanan yang biasa
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ampas tahu mengandung protein kasar
22,36%, lemak 2,29%, serat kasar 17,28%, dan
karotenoid monakolin 400,50 mg/ml (Nuraini dkk,2009).
Kendala yang ditemukan adalah para petani belum mengenal
atau mengaplikasikan penggunaan pupuk organik cair yang bisa meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman seledri, karena selama ini sebagian dari para
petani mengaplikasikan pupuk sesuai dengan apa yang pernah terapkan tanpa bisa
mengetahui pengaruh pupuk tersebut terhadap tanaman.
1. Apakah
terdapat pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman seledri dengan perlakuan
pemberian pupuk bonggol pisang dan ampas tahu?
2. Berapa
dosis yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
seledri pada perlakuan pemberian pupuk
organik dengan mengunakan limbah bonggol pisang dan limbah ampas tahu?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman seledri dengan perlakuan pupuk limbah
ampas tahu dan bonggol pisang.
2. Mengetahui
dosis pupuk organik cair limbah bonggol pisang dan ampas tahu yang tepat untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman seledri.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menjadi
bahan informasi bagi mahasiswa dan penelitian untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman seledri
2. Menjadi
bahan informasi pengetahuan bagi petani dan penyuluh dalam melaksanakan
pemeliharaan tanaman seledri melalui pemanfaatan pupuk organik limbah ampas
tahu dan bonggol pisang.
BAB
ll
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Botani
Tanaman Seledri
tanaman seledri terbagi
menjadi tiga golongan yang mempunyai karakteristik hortikultura yang berbeda,
yaitu varietas Dulce (Mill) pers. (yang biasa dikenal sebagai seledri batang),
varietas rapaceum (mill) gared beaup (yang biasa dikenal sebagai celeriac), dan
varietas secalinum (Mill) yang di kenal sebagai seledri daun (Orton, 1984)
Pertama kali dalam edisi pertama species plantarum.
Seledri termasuk dalam suku umbelliferae, yang sekarang dinamakan apiaceae.
Berdasarkan hal tersebut, maka klasifikasi tanaman seledri (Apium graveolens L.) adalah sebagai
berikut:
Kingdom :
Plantae
Devisi :
Spermatophyta
Subdevisi : Angiospermae
Class :
Dicotiledonea
Ordo :
Apiales
Famili :
Apiacea
Genus :
Apium
Spesies : Apium
graveolens L.
2.2 Morfologi Tanaman Seledri
1.
Akar
Akar tanaman seledri yaitu akar tunggang dan
memiliki serabut akar yang menyebar kesamping dengan radius sekitar 5-9 cm dari
pangkal batang dan akar dapat menembus tanah sampai kedalaman 30 cm, berwarna
putih kotor (Haryoto, 2009)
2.
Batang
Tanaman seledri mempunyai batang yang pendek,
memilki bentuk bersegi dan beralur membujur karena daunya berkumpul pada leher
akar seperti wortel (Sunarjono, 2003)
3.
Daun
Daun seledri merupakan daun majemuk menyirip
berwarna hijau tua. Kelompok daun bagian dalam dan lembut disebut “hati”. Anak
daun melekat pada batang dengan tangkai daun panjang berdaging (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998)
4.
Bunga
Bunga berupa bunga majemuk berbentuk payung dan
berwarna hijau. Panjang tangkainya sekitar 2 cm. mahkota berwarna putih atau
ungu tergantung pada varietasnya. Sebagian bunga cabai menyerbuk sendiri,
tetapi mudah juga dilakukan persilangan (Sugianto, 2010)
2.3 Syarat Tumbuh
Seledri merupakan sayuran yang mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh baik didataran tinggi maupun
didataran rendah sesuai dengan varietasnya. Suhu optimum bagi pertumbuhan
seledri adalah 15-25°C. dalam kondisi seperti ini seledri akan mengalami
pertumbuhan yang optimal (Soewito, 1989)
pengembangan budidaya seledri perlu pemeliharaan
berupa pemupukan yang tepat dan perwatan yang baik terutama untuk tanah-tanah.
Tanah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman sebagai media tanam, jika
tingkat kesuburan tanah rendah dan minim unsur hara yang tersedia, maka akan
berdampak buruk bagi tanaman (Kurnia, 2000)
Menurut Susiarti, dkk (1994) untuk pertumbuhan
tanaman seldri meginginkan tanah yang agak lembab, subur, agak salin dan suplai
bahan organik yang cukup baik tanah yang basah dengan sifat asam merupakan
lingkungan pertumbuhan yang sesuai untuk seledri. Biji seledri memilki bau yang
khas dengan rasa agak pahit.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), kekurangan
kalsium dapat mengakibatkan kuncup-kuncup daun seledri menjadi hitam dan kekurangan magnesium
menyebabkan klorosis daun sedangkan kekurangan unsur boron membuat batang dan
tangkai seledri menjadi kerdil coklat. Susiarti dan Siemonsma, (1994) menyatakan
kisaran pH yang optimum untuk
pertumbuhan tanaman seledri adalah antara 6.0-6.8.
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan menigkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Pupuk organik
atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu
perananya cukup besar terhadap perbaikan fisika, kimia, biologi tanah serta
lingkungan.
Pupuk organik yang ditambahkan kedalam tanah akan
mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi
humus atau bahan organik tanah. Bahan organik yang berasal dari sumber yang
sama seperti: tulang, kulit , daun, limbah pengergajian kayu, limbah cair,
rumput laut. Yang belum diproses (kecuali pengeringan atau pengerusan) dari
negara atau wilayah yang berbeda akan mempunyai komposisi juga yang berbeda.
Memperlihatkan hal tersebut diatas maka komposisi produk akhir pupuk organik
juga akan berbeda (Sutanto, 2002)
2.4
Pupuk
Organik Cair
Pupuk organik
cair merupakan larutan dari hasil pembusukan bahan –
bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia
yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur kemudian tingginya unsur hara N, P dan K pada
pupuk organik cair dikarenakan bahan yang digunakan mengandung unsur hara makro maupun mikro yang
dibutuhkan tanaman (Hadisuwito, 2007)
Parnata (2004)
mengatakan bahwa pupuk organik cair memiliki kandungan bahan kimia maksimal 5%
dan mengandung bahan tertentu seperti mikroorganisme yang jarang terdapat dalam
pupuk organik padat. Disamping itu biasanya pupuk organik cair juga mengandung
asam amino dan hormon yaitu giberelin, sitokinin dan IAA.
2.5 Pupuk Bonggol Pisang
Aktivitas manusia setiap hari diberbagai tempat menghasilkan
banyak sekali limbah khususnya limbah organik. Sampah dapat diolah menjadi
bahan yang lebih berguna dan menguntungkan seperti kompos. Pemakaian kompos
pada lahan pertanian akan mengurangi pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang
berlebihan (Sriharti dan Salim, 2008)
Produk olahan dari bonggol pisang yang banyak
beredar dipasaran saat ini, adalah kripik bonggol pisang. Mengingat tingginya
kandungan yang terdapat pada bonggol pisang, maka perlu ditingkatkan lagi
pemanfaatan produk-produk baru yang berbahan dasar dari bonggol pisang, seperti
pembuatan empal daging yang harganya tinggi di pasaran. Bonggol pisang juga
dapat dijadikan sumber mikroorganisme pengurai bahan organik atau dekomposer (Wulandari
dkk, 2009)
MOL
bonggol pisang memiliki peranan dalam masa pertumbuhan vegetatif tanaman dan
tanaman toleran terhadap penyakit.Kadar asam fenolat yang tinggi membantu pengikatan
ion-ion Al, Fe, dan Ca sehingga membantu ketersediaan P tanah yang berguna pada
proses pembungaan dan pembentukan buah (Setianingsih, 2009)
MOL bonggol pisang mengandung ZPT giberellin dan
sitokinin. Selain itu dalam MOL bonggol pisang tersebut juga mengandung Mikroorganisme yang sangat berguna bagi
tanaman yaitu : mikroba pelarut phospat dan mikroba selulotik. Tidak
hanya itu MOL bonggol pisang juga tetap bisa digunakan untuk dekomposer atau
mempercepat proses pengomposan.
Manfaat kandungan gizi dalam bonggol pisang juga
berpotensi digunakan sebagai sumber mikroorganisme lokal karena kandungan gizi
dalam bonggol pisang dapat di gunakan sebagai sumber makanan sehingga mikrobia
berkembang dengan baik (Wulandari dkk, 2009)
Pupuk Cair Mikroorganisme Lokal (MOL) dapat menjadi
alternatif dalam upaya peningkatan produksi tanaman Seledri. Pupuk cair MOL
mengandung unsur hara makro dan mikro untuk pertumbuhan tanaman, pupuk cair mol
berperan sebagai pengurai selulotik, dapat memperkuat tanaman dari infeksi
penyakit, dan berpotensi sebagai fingisida hayati. Pemanfaatn pupuk cair mol
lebih murah, ramah lingkungan, dan menjaga keseimbangan alam.
MOL bonggol pisang memiliki peranan dalam masa
pertumbuhan vegetatif tanaman dan tanaman toleran terhadap penyakit. Kadar asam fenolat yang tinggi membantu
pengikatan ion-ion, Fe dan Ca sehingga membantu ketersediaan P tanah yang berguna pada proses
pembungaan dan pembentukan buah (Setianingsih, 2009)
2.6 Limbah Ampas Tahu
Tahu merupakan makanan yang telah lama dikenal
masyarakat Indonesia dan merupakan sumber protein yang relatif murah serta
proses pembuatan mudah. Pada dasarnya tahu adalah endapan protein dari sari
kedeleai panas yang menggunakan bahan pengumpal. Pada waktu pengendapan tidak
semua mengendap, dengan demikian sisa protein yang tidak tergumpal dan zat-zat
lain yang larut dalam air akan terdapat dalam limbah tahu cair yang dihasilkan.
Industri tahu merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar
dan kecil. Tahu merupakan makanan yang digemari banyak orang. (Pramudyanto dan
Nurhasan, 2009)
Pabrik tahu di Indonesia mengalami kesulitan dalam
mengelola limbahnya. Bahkan, tak jarang pengusaha industri tersebut membuang
limbah cair mereka tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Hal ini tentu saja
merugikan lingkungan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, limbah cair
tahu mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman tanaman. Menurut
Handajani (2006), limbah tahu cair
tersebut dapat dijadikan alternatif baru yang digunakan sebagai pupuk sebab
didalam limbah cair tahu memilki kesediaan nutrisi yang dibutuhkan tanaman.
Nuraini, dkk (2004), ampas tahu mengandung N, P, K, Ca, Mg, dan Carbon
organik yang berpotensi untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini didasarkan
pada hasil analisis bahan ampas tahu yang mengandung kadar air 2,69%, protein
kasar 27,09%, serat kasar 22,85%, lemak 7,37%, abu 35,02%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
6,87%, kalsium 0,5%, dan fosfor 0,27%.
Limbah cair tahu mengandung bahan-bahan organik berupa protein 60%,
karbohidrat 25% - 50%, dan lemak 10% dan
dapat terurai dalam lingkungan menjadi
senyawa-senyawa turunan yang dapat mencemari lingkungan. Banyaknya kandungan bahan organik dalam
limbah cair tahu mengakibatkan bau tidak sedap (Novita, 2009)
2.7
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hipotesis pada penelitian ini diduga pupuk
organik limbah bonggol pisang dan ampas tahu pada pertumbuhan dan produksi
tanaman seledri memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
seledri dengan dosis 75 ml/liter air (Mukarlina, 2015)